Latar belakang
Laju peningkatan kasus baru AIDS semakin cepat dalam tiga tahun terakhir ini sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Bali. Persentase penderita tertinggi terdapat kelompok usia 20-29 tahun (45,4%), diikuti 30-39 tahun (30,7%). Sedangkan cara penularan terjadi melalui hubungan seks heteroseksual 71,0%, injecting drug user atau IDU 18,7%, hubungan seks sesama lelaki 3,9, perinatal 2,7%, tidak diketahui 3,3%, darah donor dan produk darah lainnya 0,4 %.
Karena virus penyebab AIDS ini memerlukan waktu 5-10 tahun untuk membuat pengidap HIV masuk ke kondisi AIDS, sedangkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyatakan bahwa secara nasional baru sekitar 11,4% penduduk usia 15-24 tahun memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang AIDS dan, kami berpendapat, kaum muda berusia 15-24 tahun perlu mendapat pengetahuan yang benar dan komprehensif menyangkut seksualitas, kesehatan reproduksi, HIV, AIDS dan narkoba.
Berbagai modul mengenai topik-topik tersebut dapat dijumpai, namun seringkali para pendidik /Pembina kurang memanfaatkannya secara menarik bagi orang muda, khususnya di luar Jawa. Oleh karena itu Forum Komunikasi Penyayang Kehidupan (FKPK) bermaksud melaksanakan training of trainers (TOT) seraya menyusun modulnya bagi para pendidik dan Pembina remaja (guru Bimbingan dan Konseling/BK, guru /dosen agama, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK), dan lain-lain, agar mereka dapat memberikan secara menarik kepada orang muda.
Forum Komunikasi Penyayang Kehidupan (FKPK) sebagai wadah lembaga-lembaga sosial dalam berbagi kasih bagi bayi-bayi tak berdosa telah menyusun beberapa pedoman, di antaranya ‘Sayangilah Kehidupan dan Keluarga: Bahan Sosialisasi Sayang Kehidupan’ (2004) – Lihat website www.sayangihidup.org -; ‘Bila Kehamilan Bermasalah’ (2011). FKPK dengan visi agar masyarakat hormat terhadap kehidupan sejak awal sampai akhir hidupnya dengan memelihara dan mengembangkan lingkungannya, tergerak untuk meyosialisasikan metode pengajaran orang dewasa (POD) sehingga orang muda sebagai peserta didik menghayati informasi yang diterimanya selanjutnya melaksanakan dalam aktivitasnya kesehariannya. Bukan hanya mengetahui teori tetapi tidak melaksanakan dalam perilakunya sehari-hari.
Foto 1: Panitia dan Fasilitator menghadap Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang sebelum pelaksanaan pelatihan TOT Sexedu.
Tujuan
Memberikan metode yang menarik dan pedoman kepada para pendidik dan Pembina orang muda usia 15-24 tahun mengenai pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, HIV, AIDS, dan narkoba.
Sasaran
Lokasi pelaksanaan training of trainers di Banjarmasin bagi
1. Guru BK tingkat SMP, SMA
2. Guru dan dosen agama Katolik
3. Dosen STIK
4. Katekis
dengan kriteria: bisa menjadi fasilitator pendidikan seksualitas.
Menyusun pedoman dilaksanakan di Jakarta
Sebagai salah satu alasan, mengapa dipilih kota Banjarmasin adalah berdasarkan Riskesdas 2010 mengenai persentase penduduk >15 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS tidak menyebutkan bahwa Banjarmasin termasuk di antaranya. Keuskupan Banjarmasin sebagai keuskupan “terkecil” (dalam jumlah umat), bila tokoh-tokoh Katoliknya menjadi lebih “berbobot” berkat pelatihan ini, diharapkan bahwa umatnya juga akan lebih bercahaya, menyinarkan cahaya Kristus.
Susunan panitia
Penasehat : Rm. Petrus Mc Laughlin, OMI
Ketua : dr. Angela N. Abidin, MARS, SpMK, IBCLC
Bendahara : Jeanny Widodo, SE (DPP WKRI)
Sekretaris : Ella Sutiyono, SKM
Anggota : Dra. Ag. Dosorini (Biro Pelayanan Psikologi Natan)
Sri Indiyah, SKp, MKes (STIK St. Carolus)
Elisabeth Kirana, MM (Prolife Perdhaki)
Pelaksanaan TOT
Dilaksanakan pada tanggal 12-14 Juli 2013 di Wisma Sikkar, Banjar Baru, Banjarmasin. Panitia Pelaksana adalah Wanita Katolik RI, yang melimpahkannya kepada Dewan Pimpinan Daerah (DPD) WKRI Cabang Banjarmasin. Sebagai fasilitator adalah Dra. Ag. Dosorini dan Sri Indiyah, SKp, MKes. Tema yang disepakati adalah TOT Sexedu (sexuality education) Komprehensif No Free Sex No Drugs.
Peserta berjumlah 21 orang sesuai dengan kriteria. Beberapa orang mempunyai jabatan rangkap yang termasuk dalam kriteria tersebut. Yakni sebagai seorang guru agama, sekaligus juga katekis, dan sebagainya.
Peserta tampak terkesan dengan pelatihan ini. Seorang dari mereka menyatakan, dari 10 pelatihan yang pernah diikutinya di hotel-hotel, baru kali ini yang melibatkan peserta. Seorang Suster peserta memberikan syeringnya, bahwa beliau ingin memberikan pelatihan partisipatoris seperti ini kepada komunitas biarawatinya, para dosen tempatnya mengajar, dan para mahasiswa yang diberinya pengajaran.
Sebelum pelatihan, panitia menyempatkan menghadap Bapa Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang, yang mendukung dilaksanakannya pelatihan ini di Banjarmasin.
Foto 2: Para peserta dan panitia pelatihan TOT Sexedu di Banjarmasin bergambar bersama.
Penutup
Metode pengajaran orang dewasa (POD /partisipatoris) perlu lebih disosialisasikan kepada kalangan /daerah-daerah lain. Karena banyak pihak belum menyadari bahwa menerima informasi dengan satu indera (pendengaran) hanya menyimpan 10% dari informasi yang di dapat. Dengan dua indera (audio-visual, misalnya televisi), lebih banyak informasi yang terekam. Sedangkan dengan memanfaatkan makin banyak indera /motorik (misalnya role play) dalam kegiatan belajar-mengajar akan membantu penghayatan yang lebih mendalam, sehingga mereka akan lebih memahami pengetahuan yang diberikan, dengan demikian akan menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari.
Maka, semoga harapan panitia, bahwa metode partisipatoris, dan bukan metode pengajaran satu arah makin diimplementasikan oleh para pendidik, akan tercapai. Semoga Yang Maharahim memberikan berkat-Nya. ***els